Jumat, 17 Januari 2014

LAPORAN ILMU TANAH

BAB I

Keterangan
Horizon O
Lapisan teratas terdiri dari lapisan tanah organic
Horizon A
Lapisan tanah yang terdiri dari humus yang bercampur dengan partikel mineral
Horizon E
Lapisan bawah yang mengandung asam organik dan CO2
Horizon B
Lapisan tanah yang mengandung tanah liat dan mineral
Horizon C

Horizon R     
Lapisan tanah yang terdiri dari batu-batuan kasar
Lapisan bawah dari semua lapisan yang terbentuk batuan keras

 Kelas Tekstur
Tanah agregat
Pasir
Tanah biasa
Lempung liat berpasir

Nilai

konsistensi kering
konsistensi lembab
konsistensi basah
tingkat plastisitas
Tanah agregat
Tanah biasa

keras
lunak
lepas
luar biasa kokoh
Tidak lekat
Sangat lekat
Tidak plastis
Agak plastis


Berat dalam gram


cawan
Cawan + tanah
Setelah dioven
Tanah agregat
22,64
28,548
27,7445
Tanah biasa
22,748
27,789
26,595o

Hasil
Berat bahan kering
0,97
Volume bongkah tanah
0,4292
Berat Jenis
2,26

Hasil
Berat bahan kering
10,42
Volume bongkah tanah
8,362
Berat massa
1,25

Warna larutan + indikator
pH tanah
pH H2O
Coklat
7
pH KCl
Coklat
6


Hasil


Cawan
Cawan + tanah
Setelah ditanur
Tanah agregat
Tanah biasa

20,124
22,311
25,483
27,704
19,31%
29,52%

Berat sampel
Abs
Konsentrasi (ppm)
Berat bahan kering
Carbon (%)
Tanah agregat
527,8
0,109
68,407
8646
1,5006644

Hasil 
Kadar  N total
0,04%

PP
BaCl2 5%
Hasil HCl 0,1 N
Tanah gersang
2 tetes
2,5 ml
4,75 ml
Tanah subur
2 tetes
2,5 ml
2,29 ml


PENDAHULUAN
      Ilmu tanah adalah pengkajian terhadap tanah sebagai sumber daya alam. Ilmu tanah mempelajari berbagai aspek tentang tanah. Tanah adalah sistem lapisan kerak bumi yang tidak padu dengan ketebalan beragam yang berbeda yang terdiri dari butiran kerikil kasar, pasir, tanah lempung, dan tanah liat. Hal ini dikarenakan oleh faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti iklim, bahan induk, relief, organisme yang terkandung dalam tanah dan waktu pembentukan tanah. Untuk itulah, diperlukan adanya survei profil tanah di lapangan sehingga dapat diketahui perbedaan atau karakteristik tanah secara langsung di tempat yang berbeda. Apabila terdapat kesalahan dalam pengolahan tanah maka tanaman jadi kurang produktif. Kerugian tersebut tentu saja akan berdampak besar terhadap kehidupan manusia.
      Tujuan praktikum ilmu tanah adalah untuk mengamati susunan horizon tanah atau profil tanah, mengetahui kadar air, mengetahui dan mengamati secara langsung tekstur tnah dilapangan, mengetahui konsistensi tanah, mengetahui kerapatan partikel tanah dan kerapatan massa tanah, mengetahui kemasaman tanah, mengetahui bahan organik pada tanah, mengetahui kadar nitrogen pada tanah, dan proses respirasi mikroba pada tanah. Sedangkan manfaat praktikum ilmu tanah adalah untuk mengetahui dan mengenal sifat fisik tanah, sifat kimia tanah, dan sifat biologi tanah.

BAB III
MATERI DAN METODE
      Praktikum Ilmu Tanah telah dilaksanakan pada tanggal 21 - 23 April 2014 di Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1.  Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum Ilmu tanah adalah sekop atau cangkul untuk mengambil sampel tanah, tiga buah botol timbang  untuk tempat pengamatan sampel tanah, timbangan analitik untuk menimbang sampel tanah, oven untuk memanaskan contoh tanah hingga tidak mengandung air, thermometer untuk mengukur suhu, corong untuk membantu memasukkan larutan, tabung reaksi untuk tempat sampel tanah, larutan indikator universal untuk menunjukkan pH suatu larutan dari perubahan warnanya, pH meter untuk  mengukur tingkat asam dan basa dari satu media, labu ukur 100 ml untuk mengukur volume, labu didih 250 ml untuk menampung contoh tanah, erlenmeyer 100 ml untuk mentitrasi larutan, biuret 10 ml untuk menguji kandungan senyawa pada sampel, pengaduk magnetik unutk mengaduk larutan, pengocok tabung untuk alat mengocok tabung, pipet tetes untuk memindahkan cairan dari wadah yang satu ke wadah yang lain, alat destilasi untuk  memisahkan larutan ke dalam masing-masing komponennya, toples atau paralon untuk menutupi tempat respirasi.
      Bahan yang digunakan dalam praktikum ilmu tanah adalah tubuh tanah untuk mengamati susunan horizon tanah, aquades untuk membahasi tanah agar lembab, tanah agregat dan tanah biasa untuk diamati tekstur tanah, asam sulfat pekat, kalium dikromat 1 N, Larutan standar 5000 ppm C untuk pereaksi, asam sulfat pekat, untuk pereaksi destruksi, natrium hidroksida 40%, larutan baku asam sulfat 1 N, H2SO4 4 N, dan larutan beku asam sulfat 0,05 N untuk pereaksi destilasi, KOH, Penolftalin, HCl, dan metil oranye digunakan untuk pereaksi.

3.2.  Metode
3.2.1.  Profil Tanah
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah mengamati keadaan profil tanah. Menggambar keadaan profil tanah. Membandingkan dengan profil tanah secara teori. Menggambar keadaan profil tanah.

3.2.2.  Tekstur Tanah
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah mengambil contoh tanah dari lapang (tanah biasa dan tanah agregat). Mengambil tanah tersebut dan membasahi tanah dengan air secukupnya. Menggosokkan tanah pada ibu jari dengan jari yang lain. Mengamati tekstur tanah sesuai pada tabel yang sudah disediakan.


3.2.3.  Konsistensi Tanah
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah mengambil contoh tanah dari lapang (tanah biasa dan tanah agregat). Membentuk tanah kering seperti bulatan, membasahi tanah dengan sedikit air sampai kondisi lembab dan dalam kondisi basah, meremas gumpalan tanah. Mengamati tanah sesuai pada nilai yang ada ditabel konsistensi kering, konsistensi lembab, dan konsistensi basah.

3.2.4.  Kadar Air Tanah
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah menimbang botol kosong dengan menggunakan timbangan analitik. Mengisi botol timbang 1 dengan tanah agregat dan mengisi botol timbang 2 dengan tanah biasa kemudian ditimbang. Memasukkan botol timbang yang berisi tanah ke dalam oven. Memanaskan dengan suhu 105° C selama 24 jam. Memasukkan botol timbang kedalam eksikator. Mengeluarkan botol timbang dari eksikator. Menimbang kembali botol timbang yang telah dioven dengan neraca analitik. Menghitung kadar air dalam tanah.
3.2.5. Kerapatan Partikel dan Kerapatan Massa Tanah
Metode yang digunakan dalam praktikum kerapatan partikel adalah menimbang tabung dengan tutupnya. Mengisi tabung dengan air sampai penuh tanpa meninggalkan gelembung udara, lalu mengukur suhu tabung tersebut. Mengeluarkan air dalam tabung sampai air keluar semua. Mengisi tabung yang telah kering dengan sampel tanah dengan berat kurang lebih 5 gram dan menimbangnya. Mengisinya dengan air dan diaduk untuk menghilangkan udara. Mengulangi penghilangan gelembung tersebut dengan penambahan aquades dan menimbangnya. Mengukur suhu air dengan tabung dan menyesuaikannya dengan BJ air pada suhu tersebut.
      Percobaan yang kedua yaitu kerapatan massa tanah dilakukan dengan cara menimbang bongkah tanah. Melapisi bongkah tanah dengan lilin dengan cara mengikat benang pada bongkah tanah. Mencelupkannya dalam lilin cair. Mendinginkan dan menimbangnya. Memasukkan bongkah berlapis lilin ke dalam gelas ukur serta mencatat pertambahan volume air.
3.2.6.   Kemasaman Tanah
           Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah Menyiapkan 2 tabung reaksi, lalu memasukkan sampel tanah ke dalam tabung masing-masing 2 gram. Menambahkan KCl 1 N sebanyak 5 ml untuk tabung A dan aquades 5 ml untuk tabung B. Mengocoknya selama kurang lebih 1 menit dan dibiarkan mengendap. Menetesi dengan indikator universal dan diaduk. Membandingkan warna yang timbul dengan kartu warna pH

3.1.1.  Bahan Organik Tanah
           
Metode yang digunakan pada acara bahan organik tanah yaitu dengan cara menimbang contoh tanah halus sebanyak 5 gram. Memasukkan tanah ke dalam tanur dengan suhu 600˚C selama 4 - 6 jam. Uji karbon dilakukan dengan cara mengukur sampel tanah sebesar 5 gram, memasukkannya dalam labu ukur 100 ml. Menambahkan K2Cr2O7 1N dan H2SO4 dan dikocok. Mendiamkannya selama 30 menit. Diencerkan dengan aquades dan membiarkannya sampai dingin. Pada keesokan harinya mengukur absorbansi larutan jernih dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561 nm.

3.1.2.  Kadar Nitrogen Tanah
  Metode yang digunakan dalam praktikum ini untuk langkah destruksi adalah menimbang 5 gram sampel tanah halus. Menambahkan 1 gram campuran selen dan 3 ml asam sulfat pekat. Mendestruksinya hingga suhu 350̊ C. Destruksi selesai apabila mengeluarkan uap putih dan terdapat ekstrak jernih. Mengencerkannya dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml. Mengocoknya sampai homogenya dan membiarkannya semalam sampai partikel mengendap. Untuk cara destilasi adalah dengan cara memindahkan ekstrak sampel kedalam labu didih. Menambahkan sedikit serbuk didih dan aquades sampai setengah volume labu. Menyiapkan penampung NH3 dan dihubungkan dengan alat dsetilasi. Menambahkan NaOH 40% sebanyak 10 ml kedalam labu didih yang berisi sampel menggunakan gelas ukur dan menutupnya segera. Mendestilasi hingga volume penampang mencapai 50 - 75 ml (berwarna biru menjadi hijau). Menitrasi dengan H2SO4 0,05 N samapi muncul warna biru kembali. Mencatat volume titar (Vc) dan blanko (Vb).

3.1.3.  Respirasi Mikrobia
            Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah memasukkan 100 gr tanah lembab kedalam 1 liter botol. Menyiapkan 20 ml 0,4 N NaOH. memasukkan NaOH kedalam botol dan botol ditutup. Menginkubasi botol pada tanah gersang dan subur selama tiga hari. Setelah tiga hari, menentukan jumlah CO2 yang terikat dengan cara filtrasi kedalam gelas breaker yang berisi NaOH dan  memasukkan 75 ml BaCl 5 % serta dua tetes penolptalin sampai berwarna merah  muda. Menitrasi kembali dengan menggunakan HCl sampai berwarna putih.










BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  Profil Tanah
         Berdasarkan praktikum pengamatan Profil Tanah diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Profil Tanah


         Berdasarkan hasil praktikum profil tanah didapatkan bahwa profil tanah terdiri dari horizon-horizon O-A-E-B-C-R. pada lapisan yang disebut horizons. Mereka mulai dari kaya, organik lapisan atas (humus dan tanah) ke lapisan yang rocky (lapisan tanah sebelah bawah, dan regolith bedrock). Pada lapisan atas tanah disebut lapisan O yaitu lapisan tanah organik yang terdiri dari humus, dan daun. Dilapisan berikutnya merupakan horizon A yang terdiri dari humus dicampur dengan partikel mineral. Horizon E merupakan lapisan bawah diantara horizon A dan horizon B yang mengandung asam organik dan CO2. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (2007) bahwa  Asam organik dan CO­2 yang diproduksi oleh tumbuhan yang membusuk meresap ke bawah horizon E atau zona pencucian (Elevasi). Horizon B merupakan lapisan tanah yang mengandung tanah liat dan mineral deposit. Horizon C terdiri dari sedikit bedrock-up serta horison R terdiri dari bahan induk tanah. Pada lapisan I, II dan III terdapat perbedaan karatan. Pada lapisan I tanah berwarna hitam, pada lapisan II dan III terdapat butir-butir berwana kekuningan. Warna tanah dipengaruhi kandungan bahan organik, mineral, drainase, kandungan air, dan aerasi. Warna hitam pada tanah menunjukkan tanah mengandung unsur Mangan (Mn), sedangkan warna kuning pada tanah menunjukkan kandungan unsur yang mayoritas adalah unsur Al. Hal ini sesuai dengan pendapat Prasetyo dan Suriadikarta (2006) yang menyatakan bahwa pada umumnya tanah Ultisol mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik.

4.2.  Tekstur Tanah
Berdasarkan praktikum pengamatan tekstur tanah diperoleh hasil sebagai berikut:­­­
Tabel 2. Hasil Pengamatan Tekstur Tanah


Berdasarkan hasil praktikum tekstur tanah didapatkan bahwa sampel tanah agregat mempunyai sifat tanah tidak membentuk bola dan gulungan, rasa kasar, serta tidak melekat (lampiran 2). tanah bertekstur kasar berarti tanah yang mengandung minimal 70% pasir atau bertekstur pasir dan memiliki daya menahan air yang rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003) bahwa karateristik tekstur pasir yaitu memiliki ukuran yang besar menyebabkan ruang pori besar lebih banyak dan memiliki daya menahan air yang rendah, partikel pasir ini berbentuk bulat dan tidak lekat satu sama lain. Sedangkan pada sampel tanah biasa didapatkan sifat tanah dapat membentuk bola agak teguh atau kering, rasa agak kasar, jika dipijit membentuk gulungan, gulungan mudah hancur serta melekat (lampiran 2). Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2010) yang menyatakan bahwa fraksi liat akan terasa halus, lekat, dan licin.
4.3.  Konsistensi Tanah
Berdasarkan praktikum konsistensi tanah diperoleh hasil sebagai berikut:­­­            
Tabel 3. Hasil Pengamatan Konsistensi Tanah
           

         Berdasarkan hasil praktikum konsistensi tanah didapatkan bahwa pada sampel tanah agregat dalam konsistensi kering tanah memiliki sifat keras, yaitu makin susah untuk menekan gumpalan tanah dan makin sulitnya gumpalan untuk hancur atau makin diperlukannya tekanan yang lebih kuat untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah. Sedangkan pada sampel tanah biasa memiliki sifat lunak dengan ditandai ciri gumpalan mudah hancur apabila diremas atau tanah berkohesi lemah dan rapuh sehingga jika ditekan sedikit saja akan mudah hancur (lampiran 3). Hal ini sesuai dengan pendapat Maajid (2009) bahwa konsistensi kering tanah terbagi menjadi lima yaitu lepas-lepas (tanah mudah hancur), lunak (tanah mudah hancur dengan sedikit ditekan), agak keras (tanah dapat hancur dengan tekanan kuat), keras (tanah dapat hancur dengan menggunakan tekanan yang besar), dan sangat keras (tanah tidak bias hancur dengan tekanan kuat sekalipun). Tanah agregat pada konsistensi lembab bersifat lepas sedangkan tanah biasa bersifat luar biasa kokoh. Tanah agregat pada konsistensi basah bersifat tidak lekat sedangkan tanah biasa bersifat sangat lekat. Serta tingkat plastisitas pada tanah agregat bersifat tidak plastis dan tanah biasa bersifat agak plastis. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2005) bahwa tanah sesuai dengan tingkat plastisitasnya dibagi menjadi empat yaitu tanah tidak plastis, agak plastis, plastis, dan sangat plastis.
4.4.  Kadar Air Tanah
Berdasarkan praktikum Kadar Air Tanah diperoleh hasil sebagai berikut:­­­
Tabel 4. Hasil Pengamatan Kadar Air Tanah    

         Berdasarkan hasil praktikum kadar air tanah didapatkan bahwa berat cawan pada tanah agregat yaitu 22, 64 gram, berat cawan dan tanah yaitu  28,54 gram, dan setelah dioven berat menjadi 27,7445 (lampiran 4). Sedangkan pada tanah biasa, berat cawan yaitu 22,748 gram, berat cawan dan tanah yaitu 27,789 gram, dan berat setelah dioven menjadi 28,5950 gram. Melalui pengukuran kadar air pada tanah agregat didapatkan hasil sebesar 13,60 % sedangkan pada tanah biasa didapatkan hasil sebesar 23,68% (lampiran 4). Pada percobaan ini tanah agregat dan tanah biasa dimasukkan kedalam oven untuk menghilangkan kandungan air dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Apriyanti (2012) bahwa kadar air tanah adalah jumlah air yang bila dipanaskan dengan oven yang bersuhu 105°C hingga diperoleh berat tanah kering yang tetap. Kadar air pada tanah biasa lebih banyak daripada tanah agregat, hal ini disebabkan karena pada tanah biasa memiliki tegangan air yang cukup besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowieno (2003) bahwa besarnya tegangan air menunjukkan besarya tenaga yang diperlukan untuk menahan air dalam tanah. Air dapat menyerap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya adhesi, kohesi, dan gravitasi.    

4.5.  Kerapatan Partikel dan Kerapatan Massa Tanah
Berdasarkan praktikum kerapatan partikel (berat jenis) tanah dan kerapatan massa (BV) tanah diperoleh hasil sebagai berikut:­­
Kerapatan partikel ( Berat Jenis) tanah
Tabel 5. Hasil Pengamatan Kerapatan partikel ( Berat Jenis) tanah

Berdasarkan hasil praktikum kerapatan partikel tanah didapatkan bahwa dengan berat jenis merupakan berat bongkah tiap satuan volume total bongkah tanah. Berat jenis dapat diartikan perbandingan relative antara berat padatan tanah dengan volume padatan, sedangkan porositas merupakan presentase volume pori – pori terhadap volume bongkah tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2009) bahwa porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air ddan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poreus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk-keluar tanah secara leluasa. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan terhadap nilai BJ telihat bahwa nilai porositas total tanah yaitu sebesar 45% (lampiran 5). Porositas tanah sangat mempengaruhi pengolahan tanah. Untuk memperbesar porositas tanah tindakan yang perlu dilakukan dengan penambahan bahan organik atau melakukan pengolahan tanah secara minimum. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003) bahwa pengolahan tanah akan menyebabkan rusaknya struktur tanah, dan nilai porositas dapat diperoleh jika diketahui nilai bulk density dan partikel densitynya. Semakin padat tanah berarti semakin sulit untuk menyerap air, maka porositas tanah semakin kecil. Sebaliknya semakin mudah tanah menyerap air maka tanah tersebut memiliki porositas yang besar.
Kerapatan massa (BV) tanah         
           Tabel 6. Hasil Pengamatan Kerapatan massa (BV) tanah

Berdasarkan hasil praktikum kerapatan massa (BV) didapatkan bahwa BV pada sampel tanah sebesar 1,25 dan porositas tanah sebesar 45% (lampiran 5). Kerapatan massa bervariasi, tergantung dengan kadar lengas yang ada pada tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2005) bahwa pengukuran BV menentukan kadar lengas dan BV tergantung pada kerapatan partikel serta ruang pori tanah. Kerapatan massa tanah sangat mempengaruhi sifat tanah. Kerapatan massa mempengaruhi kadar air tanah, tekstur tanah, porositas tanah. Hal ini sesuai dengan Hardjowigeno (2003) bahwa bulk destiny atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan air drainase.
4.6.  Kemasaman Tanah
      Berdasarkan praktikum kemasaman tanah diperoleh hasil sebagai berikut:­­
Tabel 7. Hasil Pengamatan Kemasaman Tanah

Berdasarkan hasil praktikum kemasaman (pH) tanah didapatkan bahwa  pada perlakuan pH H2O pH tanah bersifat netral. Hasil pengukuran pH H2O tanah menunjukkan terdapat beda nyata antar perlakuan. Tanah yang tidak diperlakukan dengan budidaya organik menunjukkan kecenderungan pH lebih rendah. Lebih rendahnya pH pada pertanian non organik disebabkan pemakaian urea yang makin lama akan memasamkan tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Handayani (2003) bahwa bahan organik mempunyai daya sangga yang besar sehingga apabila tanah cukup mengandung komponen ini, maka pH tanah relatif stabil.  pH KCl menunjukkan sampel tanah yang diuji merupakan tanah yang kurang subur dan menunjukkan harkat pH agak asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Shi et al. (2009) bahwa tanah asam terkadang dianggap tidak subur karena menyebabkan penurunan ketersediaan beberapa nutrisi dan peningkatan logam berat ke tingkat beracun dan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan tanah menjadi asam.
4.7.  Bahan Organik Tanah
      Berdasarkan praktikum bahan organik tanah diperoleh hasil sebagai berikut:
Kandungan Bahan Organik Tanah
Tabel 8. Hasil Pengamatan Kandungan Bahan Organik Tanah

Berdasarkan hasil praktikum Bahan organik tanah didapatkan Kandungan bahan organik pada sampel tanah agregat dan tanah biasa  yaitu  19,31% dan 29,52% (lampiran 6). Hal ini sesuai dengan pendapat Sutedjo (2006) bahwa tanah yang mengandung bahan organik adalah tanah lapisan atas karena semakin ke bawah  suatu lapisan tanah maka kandungan bahan organiknya semakin berkurang sehingga tanah menjadi keras. Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Maajid (2009) bahwa penelitian tentang kandungan bahan organik dalam tanah sangat dibutuhkan untuk mengetahui apakah tanah tersebut subur dan layak untuk dijadikan media.  
 Kadar Carbon pada Tanah:
Tabel 9. Hasil Pengamatan Kadar Carbon pada Tanah:


Berdasarkan hasil praktikum kadar karbon didapatkan Kandungan kadar karbon pada sampel tanah yaitu sebesar 1,5006644%. Bahan organik mengandung unsur karbon dan nitrogen yang bervariasi, dan imbangan unsur tersebut sangat penting untuk mempertahankan atau memperbaiki kesuburan tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadhilah (2010) bahwa Kadar C-organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral biasanya mengandung C-organik antara 1 hingga 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan organik tanah hutan dapat mengandung 40 sampai 50% C-organik dan biasanya < 1% di tanah gurun pasir. Kandungan bahan C pada tanah tergantung dari aktivitas jasad renik yang berhubungan dengan kandungan bahan organik pada tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Triesia (2011) bahwa C-Organik merupakan bahan organik yang terkandung di dalam maupun pada permukaan tanah yang berasal dari senyawa karbon di alam, dan semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.
4.8.  Kadar Nitrogen Tanah
Berdasarkan praktikum kadar nitrogen tanah diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 10. Hasil Pengamatan Kadar Nitrogen pada Tanah:

Berdasarkan hasil praktikum kadar nitrogen (N) tanah didapatkan kandungan nitrogen pada tanah sebesar 0,04% (lampiran7). Nitrogen (N) merupakan hara makro utama yang sangat penting untuk tanaman. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion NO3 atau NH4+ dari tanah. Sumber N berasal dari atmosfer. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosmarkam dan Yuwono (2002) bahwa nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ion NO3- atau NH4+ dari tanah. Kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan tanaman adalah 2 %- 4% berat kering. Tanaman di lahan kering umumnya menyerap ion nitrat NO3- relatif lebih besar jika dibandingkan dengan ion NH4+. Nitrogen dalam tanah berfungsi dalam pertumbuhan tanaman dan kualitas tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat sutedjo (2006) bahwa fungsi nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan, dan juga meningkatkan berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam tanah.

4.9.  Respirasi Mikrobia
Berdasarkan praktikum respirasi mikrobia diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 11. Hasil Pengamatan Respirasi Mikrobia


Berdasarkan hasil praktikum mengenai respirasi mikrobia didapatkan hasil bahwa pada sampel tanah gersang didapatkan hasil sebesar 33,55 ml dan pada sampel tanah subur didapatkan hasil sebesar 38,9 ml (lampiran 8). semakin besar hasil yang didapat menandakan bahwa semakin tinggi aktifitas mikroorganisme pada tanah. Respirasi tanah mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia daripada jumlah, tipe, atau perkembangan mikrobia tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2005) bahwa aktivitas mikroorganisme pada tanah saat proses respirasi. Organisme tanah mendekomposisi residu organik dan melepaskan hara yang dibutuhkan tanaman. Aktivitas mikroorganisme yang tinggi akan menghasilkan produksi CO2 yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuni (2003) bahwa biasanya konsentrasi CO2 dalam tanah dipengaruhi oleh tingginya mikroorganisme didalam tanah. Aktivitas mikroorganisme tanah juga tinggi dan hal ini membantu tanah untuk tetap subur.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum ilmu tanah, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu tanah tersusun dari horizon O-A-E-B-C-R. Tanah agregat bertekstur pasir sedangkan tanah biasa bertekstur lempung liat berpasir. Konsistensi Tanah agragat bersifat sangat keras, lepas, tidak lekat, dan tidak plastis sedabngkan tanah biasa bersifat lunak, luar biasa kokoh, sangat lekat, dan agak plastis. Kadar air yang terkandung pada tanah agregat dan tanah biasa sesuai dengan nilai standar. Kerapatan massa dan kerapatan partikel tanah sangat mempengaruhi sifat fisik tanah.pH pada perlakuan H2O bersifat netral sedangkan pada perlakuan KCl bersifat agak masam. Bahan organik dan kadar karbon tanah mempengaruhi tingkat kesuburan tanah sedangkan kadar nitrogen pada tanah berperan dalam meningkatkan mutu tanaman. Respirasi mikroba pada tanah gersang lebih tinggi daripada respirasi pada tanah subur
5.2.  Saran
Diharapkan pada praktikum ini, praktikan bias lebih teliti pada proses pengambilan sampel tanah agar mendapatkan hasil analisis dengan benar dan praktikan bisa lebih teliti dalam mengamati hasil percobaan agar tidak terjadi kesalahan pada hasil akhir praktikum.