LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM BUDIDAYA PERKEBUNAN
Disusun
oleh:
Kelompok
IIIB
Deaz Arga P 23040113190018
Hanna Hanifah 23040113140024
Agnes Christhina S 23040113140032
Angel Dita S 23040113190041
Djuwita Rahmawati 23040113140074
Khotimatul Barki 23040113140078

PROGRAM STUDI S1 AGRIBISNIS
JURUSAN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

PENDAHULUAN
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan
berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang tanaman
biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa
kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah utara.
Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks.
Indonesia pernah
menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh
dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang
digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami
masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa
industri termasuk otomotif dan militer Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui hal-hal mengenai karet dari proses penanaman hingga penangan pasca panen. Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk memberi
pengetahuan kepada mahasiswa tentang budidaya tanaman karet.

MATERI METODA
Praktikum Budidaya
Tanaman Perkebunan dengan materi Budidaya Tanaman Karet dilaksanakan pada hari
Kamis, tanggal 27 November 2014 di PT. Perkebunan Nusantara IX (Kebun Ngobo)
Kecamatan Bergas, Jawa Tengah.
3.1. Materi
Alat yang digunakan
dalam praktikum klimatologi adalah kamera untuk mengambil gambar tanaman karet
dan alat tulis
sebagai alat untuk mencatat.
3.2. Metode
Metode
yang digunakan dalam praktikum Budidaya
Tanaman Perkebunan dengan materi Budidaya Tanaman Karet adalah dengan
mengunjungi Perkebunan Ngobo, melihat tanaman karet mulai dari proses
penyadapan sampai proses sortasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Varietas
Tanaman Karet
Perkebunan
PT. Perkebunan Nasional IX ( Kebun Ngobo) Kecamatan Bergas, Semarang menanam
tiga jenis komoditas perkebunan yaitu karet, kopi dan pala. Tanaman karet yang
ditanam di Kebun Ngobo ini adalah tanaman karet dari Klon BPM 1. Sesuai dengan
pendapat Badan Litbang Pertanian (2010) bahwa jenis klon karet yang unggul yang
dianjurkan adalah PB 260, RRIC 100, BPM 1, dan RRIM 600. Selain itu, BPM 24.
Semua jenis klon tersebut memberikan hasil yang baik, pertumbuhan batang yang
cepat. Hal ini diperkuat dengan pendapat Chairil (2007) yang menyatakan bahwa jenis klon karet PB 260,
RRIC 100, BPM 1 dan RRIM 600 memberikan hasil yang baik, pertumbuhan batang
yang cepat, dan mudah beradatasi.
Pemilihan
klon tanaman karet disesuaikan dengan jenis lahan yang akan ditanam serta
produk karet yang hendak dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Setyamidjaja (1999) Klon-klon tersebut menunjukkan
produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki
variasi karakter agronomi dan sifat-sifat sekunder lainnya. Oleh karena itu
pengguna harus memilih dengan cermat klon-klon yang sesuai agroekologi wilayah
pengembangan dan jenis-jenis produk karet yang akan dihasilkan.
4.2. Syarat Tumbuh Tanaman Karet
Tanaman karet dapat tumbuh dengan
baik di perkebunan Ngobo karena suhu di Kebun Ngobo berkisar 34O C.
Hal ini sesuai dengan pendapat Setyamidjaja (1993) bahwa untuk pertumbuhan karet
yang baik memerlukan suhu antara 25o – 35o C, dengan suhu optimal
rata-rata 28oC.
Intesitas matahari di Kabun Ngobo sesuai
dengan intensitas yang dibutuhkan tanaman karet, menurut Sianturi (2001) dalam sehari tanaman karet
membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang cukup paling tinggi antara 5
– 7 jam. Tanaman karet termasuk tanaman
perkebunan yang mempunyai toleransi cukup tinggi terhadap kesuburan tanah.
Tanaman ini tidak menuntut kesuburan tanah yang terlalu tinggi. Menurut Setiawan (2000) tanaman ini masih bisa tumbuh dengan
baik pada kisaran pH 3,5 – 7,5. Meskipun demikian, tanaman karet akan
berproduksi maksimal pada tanah yang subur dengan pH antara 5 – 6. Lahan tanam tanaman karet di Kebun Ngobo tidak
berbukit sehingga cocok untuk tanaman karet, pendapat tersebut sesuai dengan Nazarrudin et al, (2006) bahwa topografi tanah sedikit
banyak juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet, akan lebih baik apabila tanah yang
dijadikan tempat tumbuhnya pohon karet datar dan tidak berbukit – bukit.
4.3. Budidaya Tanaman Karet
4.3.1. Persiapan
Lahan
Persiapan lahan penanaman yang akan digunakan sebagai lokasi
penanaman tanaman karet juga diperlukan pelaksanaan dalam berbagai
kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai
dengan persyaratan. Persiapan
lahan yang dilakukan di Kebun Ngobo pertama kali adalah pembukaan lahan yakni
pembersihan lahan tanam karet dari sisa tumbuhan. Pendapat tersebut sesuai
dengan Anwar (2001) Pembukaan lahan (Land Clearing) yaitu lahan tempat tumbuh
tanaman karet harus bersih dari sisa-sisa tumbuhan sehingga jadwal
pembukaan lahan harus disesuaikan dengan jadwal penanaman. Kegiatan pembukaan
lahan meliputi pembabadan semak belukar, penebangan pohon,
perencanaan dan pemangkasan, pendongkelan akar kayu, penumpukan dan
pembersihan. Pernyataan
tersebut didukung oleh Sugito (2007) bahwa kegiatan persiapan lahan
pertanaman karet di antaranya pemberantasan alang-alang dan gulma lain. Menurut Anwar (2001) seiring dengan pembukaan lahan
tersebut dilakukan penataan lahan dalam
blok-blok, penataan jalan-jalan kebun dan
penataan saluran drainase dalam perkebunan.
4.3.2.
Pembibitan
Pembibitan tanaman karet di Kebun
Ngobo membutuhkan waktu sekitar dua tahun karena menurut Khaidir (1996) persiapan bahan tanam dilakukan
paling tidak 1,5 tahun sebelum penanaman. Bahan tanaman yang perlu
disiapkan adalah batang bawah (root stoct), entres/batang atas (budwood), dan
okulasi (grafting) pada penyiapan bahan tanam. Syarat teknis mencakup persiapan
tanah pembibitan, penanganan benih, perkecambahan, penanaman
kecambah, serta usaha pemeliharaan tanaman di pembibitan.
Pembibitan dimulai dengan persemaian
benih karet dan perkecambahkan benih dengan waktu enam hari. Setelah benih
berkecambah, benih memasuki tahap pembibitan lapangan 1 dengan kedalaman tanah
60cm. Pembibitan lapangan 1 dilakukan selama 1 tahun. Pada tahap ini tanaman
mengalami proses okulasi. Menurut Khaidir (1996) Okulasi
merupakan salah satu cara perbanyakan
tanaman yang dilakukan dengan menempelkan mata entres dari satu tanaman ke
tanaman sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat yang unggul. Menurut Sianturi (2001) yang diharapkan
dari proses okulasi
adalah sifat
perakaran batang
bawah secara umum baik.
Selanjutnya pembibitan lapangan 2 adalah pemindahan hasil okulasi kedalam polybag. Proses ini sesuai dengan Santosa
(2007) bahwa hasil
okulasi akan diperoleh bahan tanam karet unggul berupa bibit dalam polybag. Pembibitan lapangan 2 dilakukan selama satu tahun.
4.3.3.
Penanaman
Penanaman bibit tanaman
karet harus tepat waktu untuk menghindari tingginya angka kematian di lapang. Penanaman di Kebun Ngobo dilakukan pada akhir tahun
yakni antara bulan November atau Desember karena pada bulan tersebut adalah
awal musim penghujan. Pendapat ini sesuai dengan Anwar (2001) pada umumnya penanaman
karet di lapangan dilaksanakan pada musim penghujan antara September sampai
Desember curah hujan cukup banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pendapat tersebut didukung oleh Rosyid
(1994) yang berpendapat bahwa waktu
tanam yang sesuai adalah pada musim hujan, dikarenakan jika penanaman pada
awal musim hujan sumber air tersedia, sehingga tanaman tidak mengalami
kekeringan. Awal tahun
yakni pada bulan Januari sudah memasuki tahap Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
1. Pada tahap TBM 1 diharapkan dalam waktu satu tahun diameter batang sudah
mencapai 8 cm. Menurut Anwar (2001) pada waktu membuat
lubang tanam, tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah
bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan lubang tanaman
dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam. Menurut Cahyono
(2010) Pada dasarnya pengajiran adalah untuk menentukan tempat
lubang tanaman dengan ketentuan jarak tanam disesuaikan dengan kondisi
lahan.
4.3.4. Pemeliharaan Tanaman
4.3.4.1 Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan ( TBM )
Masa Tanaman belum menghasilkan
(TBM) berlangsung selama lima tahun yang terbagi atas TBM 1, TBM 2, TBM 3, TBM
4 dan TBM 5. Pemeliharaan tanaman karet pada tahap TBM 1, 2 dan 3 memerlukan
perilaku khusus karena pada tahap ini usia tanaman karet masih terlalu muda
sehingga mudah terserang hama penyakit serta kerusakan lain yang dapat
diakibatkan cuaca seperti angin. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyamidjaja
(1993) Angin juga mempengaruhi pertumbuhan
tanaman karet. Angin yang kencang pada musim-musim tertentu dapat mengakibatkan
kerusakan pada tanaman karet yang berasal dari klon-klon tertentu yang peka
terhadap angin kencang.
Sependapat dengan Sianturi (2001) angin yang bertiup kencang dapat
mengakibatkan patah batang, cabang atau tumbang. Pemupukan dilakukan tidak pada musim penghujan karena
menurut Ilahang (2009) pemupukan
tanaman karet sebaiknya tidak dilakukan pada pertengahan musim hujan karena
pupuk mudah tercuci air hujan. Pupuk
yang digunakan diantaranya KCl, Urea, TSP. Penyiangan di Kebun Ngobo dilakukan secara manual
dan kimiawi. Menurut Sugito (2007) pemberantasan alang-alang
dan gulma tanaman dapat menggunakan
Herbisida kimia antara lain Round up, Scoup, Dowpon
atau Dalapon. Penyiangan
dalam budidaya karet bertujuan membebaskan tanaman karet dari gangguan gulma yang tumbuh di lahan. Menurut Andoko et al (2005)
kegiatan penyiangan
sebenarnya
bisa dilakukan setiap saat, yaitu ketika pertumbuhan gulma sudah mulai
mengganggu perkembangan tanaman
karet. Meskipun demikian, umumnya
penyiangan dilakukan 3
kali dalam setahun untuk menghemat tenaga. Selama pertumbuhan TBM batang tanaman diberi simbol
(-) , (X), dan (+) pada batang tanaman. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
ukuran diameter batang tanaman karet. Simbol (-) untuk diameter batang Kurang
dari 45 cm, simbol (X) untuk diameter tanaman antara 42cm – 45cm, dan simbol
(+) untuk diameter tanaman lebih dari 45 cm. Pohon dengan diameter lebih dari
45 cm sudah dapat disadap getahnya. Sebanyak 60% pohon yang memasuki masa TBM 5
memiliki diameter lebih dari 45 cm, sehingga pada masa ini pohon siap disadap.
Hal ini sesuai dengan pendapat Santosa (2007) kesanggupan
tanaman untuk disadap dapat ditentukan berdasarkan “umur dan lilit batang”.
Diameter untuk pohon yang layak sadap sedikitnya 45 cm diukur 100 cm dari
pertautan sirkulasi dengan tebal kulit minimal 7 mm dan tanaman tersebut harus
sehat. Pohon karet biasanya dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun.
4.3.4.2.Pemeliharaan Tanaman
Menghasilkan (TM)
Pemeliharaan pada masa tanaman
menghasilkan (TM) hampir sama dengan pada masa tanaman belum menghasilkan
(TBM). Pada masa ini pemeliharaan yang dilakukan adalah pemupukan dan
penyiangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosyid
(1994) yang menyatakan bahwa pemeliharaan tanaman
pada masa produksi ini hanya meliputi penyiangan dan pemupukan. Penyiangan yang
paling efektif adalah secara kimiawi menggunakan herbisida atau bahan kimia
pemberantas gulma, baik kontak maupun sistemik. Pemupukan tanaman karet pada
masa produksi dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada pergantian musim.
Dosis pemupukan tergantung pada jenis tanah tempat karet dibudidayakan. Menurut Djoehana (2003) Pemupukan pada tanaman menghasilkan
(TM) mempunyai dua tujuan yaitu untuk meningkatkan hasil dan mempertahankan
serta memperbaiki kesehatan dan kesuburan pertumbuhan tanaman pokok. Pemberian
pupuk dilakukan 2 kali setiap tahun.
4.3.4.3 Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang menyerang tanaman karet di
Kebun Ngobo adalah hama rayap. Menurut Rosyid (1994) rayap menyerang tanaman karet
dengan cara menggerek batang dari ujung daun sampai ke akar dan memakan
akar. Sependapat dengan Rosyid,
Santosa
(2007)
Rayap menyerang tanaman karet dari akar yang mati serta pangkal kayu yang ada
disekitar batang karet. Serangan rayap seringkali dijumpai pada tanaman yang
sudah terserang penyakit jamur akar putih (JAP) sehingga keberadaanya mempercepat
kematian tanaman.
Penyakit
yang menyerang tanaman karet di Kebun Ngobo adalah penyakit embung tepung.
Menurut Haryono (1999) embun
tepung menyebabkan gugurnya daun-daun muda yang baru terbentuk sesudah tanaman meranggas (masa gugur
daun tahunan). Gugurnya
daun-daun baru karena embun tepung sering disebut gugur daun sekunder.
Jika cuaca membantu, embun tepung dapat menyebabkan gugur daun beberapa kali.
Tanaman terpaksa membentuk daun muda berulang-ulang dengan memakai banyak
cadangan pati yang terdapat dalam batang. Ini dapat melemahkan tanaman, yang
seterusnya dapat mengurangi produksi lateks, menghamabat perkembangan lilit
batang dan pemulihan kulit. Dengan demikian embun tepung dapat menimbulkan
kerugian yang berkepanjangan.
Cara menanggulangi penyakit ini adalah dengan menyemprotkan cairan blerang pada
tanaman yang terserang penyakit. Penyemprotan dilakukan pada malam hari pukul
24.00 hingga pukul 01.00. hal ini bertujuan agar saat proses penyemprotan
kondisi udara tenang dan tidak mengganggu aktifitas warga.
4.3.5. Pemanenan
Tanaman karet dikatakan dapat
dipanen ketika diameter batang pohon sudah mencapai 45 cm. Pemanenan tanaman
karet dilakukan dengan proses penyadapan getah karet. Menurut Andoko et al (2005) Penyadapan adalah salah satu
kegiatan membuka pembuluh lateks agar lateks yang berada di dalam pembuluh
tanaman karet keluar. Hal tersebut dapat di-lakukan dengan cara mengiris
kulit dengan ketebalan tertentu yang arahnya tegak lurus dengan pembuluh lateks. Menurut pendapat Santosa (2007) kesanggupan
tanaman untuk disadap dapat ditentukan berdasarkan “umur dan lilit batang”.
Diameter untuk pohon yang layak sadap sedikitnya 45 cm diukur 100 cm dari
pertautan sirkulasi dengan tebal kulit minimal 7 mm dan tanaman tersebut harus
sehat. Pohon karet biasanya dapat disadap sesudah berumur 5-6 tahun. Pendapat tersebut didukung oleh Anwar (2001) bahwa kriteria matang sadap
antara lain apabila keliling lilit batang pada ke-tinggian 130 cm dari
permukaan tanah telah mencapai minimum 45 cm. Jika 60% dari populasi tanaman
telah memenuhi kriteria tersebut, maka areal pertanaman sudah siap dipanen.
Produksi lateks pada tanaman karet
dipengaruhi oleh keadaan tanah sebagai lahan tanaman tanaman, selain itu
dipengaruhi oleh klon tanaman dan faktor lainnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Anwar (2001) produksi lateks dari tanaman karet selain
ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga
dipengaruhi oleh teknik dan manajemen penyadapan. Menurut Andoko et al (2005) penyadapan harus dilakukan dengan
hati-hati agar tidak merusak kulit pohon. Jika terjadi kesalahan dalam
penyadapan, maka produksi karet akan berkurang karena kecepatan aliran lateks
akan berkurang apabila takaran cairan lateks pada kulit berkurang.
Proses
penyadapan di Kebun Ngobo dilakukan pada pagi hari karena pada pagi hari
tekanan turgor dalam batang pohon tinggi sehingga dapat memproduksi lateks
lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Nazaruddin et al (1998) waktu
penyadapan yang baik adalah jam 5.00 – 7.30 pagi dengan dasar pemikiran bahwa Tekanan turgor mencapai
maksimum pada saat menjelang fajar, kemudian menurun bila hari semakin siang. Jumlah lateks yang keluar dan
kecepatan aliran lateks dipengaruhi oleh tekanan turgor sel.
4.3.6. Penanganan Pasca Panen
Penanganan
pasca panen getah karet di Kebun Ngobo ini diawali dengan pengumpulan lateks
kebun oleh penyadap. Menurut Ghoni (2008) prinsip penanganan bahan olah karet
di antaranya adalah menjaga kebersihan setiap peralatan yang digunakan dalam
proses penyadapan sampai pengangkutan ke pabrik. Selain itu, penambahan
bahan pengawet juga harus sesuai dengan jenis produk yang akan dihasilkan. Djoehna
(2003) lateks kebun adalah getah yang diperoleh dari pohon karet (Hevea
brasiliensis Muell Arg.) melalui pelukaan kulit, berupa cairan
berwarna putih dan berbau segar. Lateks kebun mempunyai komposisi berupa
campuran partikel karet dan bahan karet. Lateks
kebun dikumpulkan pekerja kedalam ember dan diletakkan di tangki tempat pengumpulan
hasil (TPH).
Lateks diberi campuran ammonia dengan dosis 1 : 1. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ghoni (2008) penyimpanan lateks kebun adalah dengan menggunakan tangki
dan dicampur dengan amonia yang di
larutkan dalam 400 – 600 cc zat anti basi yang berfungsi untuk mencegah
koagulasi (penggumpalan). Lateks
di bawa menuju pabrik menggunakan kendaraan. Lateks dialiri air dengan tujuan
pembersihan lateks dari zat-zat asing ataupun kotoran dari kebun. Setelah
dialiri air lateks diambil sampel sebanyak 100 cc untuk mengukur kadar karet
kering (KKK) menurut Ilahang (2009) Kadar karet kering
adalah kandungan padatan karet per
satuan berat (%), sangat penting untuk diketahui karena selain dapat digunakan
sebagai pedoman penentuan harga, juga merupakan
standar dalam pemberian bahan kimia untuk pengolahan RSS (Ribbed Smoked Sheet),
TPC dan lateks pekat. Lateks
kemudian diberi penggumpal berupa asam semut. Menurut (Heru, 2005) lateks yang
sengaja digumpalkan disebut dengan Slab adalah gumpalan
yang berasal dari lateks kebun yang sengaja digumpalkan dengan asam semut atau
bahan penggumpal lain.
Lembaran lateks yang menggumpal kemudian digiling dengan mesin manual dan
otomatis. Hal ini
sesuai dengan pendapat Heru (2005) yang menyatakan bahwa pembekuan atau
koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir butir karet yang terdapat dalam
cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Tahap
selanjutnya koagulum dibentuk menjadi lembaran-lembaran yang dicetak dalam
mesin pencetak lembaran yang terdiri dari 76 lembar koagulum. Koagulum
dibekukan selama 5-6 jam dan cetak menjadi lembaran. Setelah berbentuk lembaran
berwarna putih koagulum di giling dalam mesin sheeter dengan tujuan untuk
membuang kadar air dan menipiskan lembaran. Setelah menjadi lembaran yang lebih
tipis lembaran lateks dibawa ke kama pengasapan selama lima hari dengan suhu
tertentu. Pada hari pertama suhu kamar pengasapan adalah 45O C dan
pada hari ke lima maksimal adalah 60O C. Pengasapan bertujuan untuk
menghilangkan jamur pada lateks. Sesuai dengan Djoehna (2003)
yang menyatakan bahwa pengeringan bertujuan untuk mengawetkan sheet supaya
tahan lama saat disimpan karena dengan menggunakan asap yang mengandung fenol
akan dapat mencegah tumbuhnya mikroorganisme dalam sheet, untuk mengeringkan
sheet supaya tida mudah diserang mikroorganisme, untuk memberikan warna coklat
muda dengan asap sehingga mutunya meningkat. Selanjutnya lateks dibawa ke ruang sortasi untuk di
kelompokkan sesuai dengan grade masing-masih
kualitas lateks. Lateks yang telah dikeringkan dikelompokkan atas beberapa grade
yaitu RSS
(Ribbed Smoked Sheet) RSS 1, RSS 1, RSS 2, RSS 3 dan RSS 4.
4.3.7. Pemasaran
Produk Lateks dari Kebun Ngobo ini banyak di pasarkan ke
luar negeri yakni ke negara-negara penghasil otomotif karena bahan lateks ini
digunakan sebagai bahan baku pembuatan ban kendaraan. Hasil produksi 70% di
ekspor ke luar negeri sedangkan sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri. hal ini sesuai dengan pendapat
Heru (2005)
bahwa produk karet di Indonesia sudah banyak dipasakan atau diekspor ke luar
negeri seperti negara-negara di benua Asia dan Eropa. Menurut Sugito
(2007) Manfaat karet alam dapat digunakan
untuk industri barang. Umumnya alat-alat yang dibuat dari karet alam sangat
berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam usaha industri penggerak
seperti mesin-mesin penggerak. Barang yang dapat dibuat dari karet alam
antara lain aneka ban kendaraan, sepatu, karet, sabuk, penggerak mesin besar
dan kecil, pipa karet, kabel, isolator dan bahan-bahan pembungkus logam. Bahan
baku karet banyak digunakan untuk membuat perlengkapan seperti sekat atau
tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran
misalnya shockbreaker. Karet juga dapat digunakan untuk tahanan
dudukan mesin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar